Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau
memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau
untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap
idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di
dalam iklan tersebut.[4]
Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang
efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan
penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga
membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat
yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah
masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang
yerus meningkat.
Keuntungan dan Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam iklan,[6]
paling kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa diperoleh
dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi,
politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan
dideskripsikan berikut.
Beberapa Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini
sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga hal itu
adalah (1) masalah kejujuran dalam iklan, (2) masalah martabat manusia
sebagai pribadi, dan (3) tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh
iklan. Ketiga prinsip moral yang juga digarisbawahi oleh dokumen yang
dikeluarkan dewan kepausan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika
dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M.
Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam
mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi
konsumen).[16] Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi
semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement).
Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam
memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini
berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu
sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan
dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya
bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi
kebutuhannya atau tidak.[18]
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan
seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi
mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang
ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah
sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan
jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis,
adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
Referensi http://jeremiasjena.wordpress.com/2010/10/05/etika-dalam-iklan/
Coleman, John & Tomko, Miklos (Eds.), “Mas Media”, dalam majalah Concilium, SCM Press Ltd, London, 1993/6.
Dokumen Komisi Kepausan bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore Romano N. 16, 16 April 1997.
Elaine, St. James, Simplify Your Life, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.
Henderson Britt, Steuart, “Advertising” dalam Encyclopedia Americana, Vol 1, Glorier Inc., USA.
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.
0 komentar:
Posting Komentar